Subscribe
Add to Technorati Favourites
Add to del.icio.us
Sabtu, 06 Juni 2009

ASUHAN KEPERAWATAN APPENDICITIS AKUT

Diposting oleh askepkita

Tahap akhir dari pengkajian adalah diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan analisa data yang diperoleh dari pengkajian data. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada penderita post appendiktomy :
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan insisi pembedahan (Ingnatavicius; 1991).
2. Potensial terjadi infeksi dengan invasi kuman pada luka operasi (Doenges; 1989 ).
3. Kecemasan sehubungan dengan kurangnya informasi dari team kesehatan akan penyembuhan penyakit (Ingnatavicius; 1991 ).
Perencanaan
Dari diagnosa keperawatan diatas maka dapat disusun rencana perawatan sesuai dengan prioritas masalah kesehatan, yaitu :
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan insisi pembedahan.
Tujuan :
Nyeri berkurang dalam waktu kurang dari 24 jam.
Kriteria Hasil :
Klien menyatakan nyeri berkurang, tidak takut melakukan mobilisasi, klien dapat istirahat dengan cukup.
Skala nyeri sedang
Rencana Tindakan :
a. Beri penjelasan pada klien tentang sebab dan akibat nyeri.
b. Ajarkan teknik relaksasi dan destraksi.
c. Bantu klien menentukan posisi yang nyaman bagi klien.
d. Rawat luka secara teratur daan aseptik.
Rasional :
a. Penjelasan yang benar membuat klien mengerti sehingga dapat diajak bekerja sama.
b. Dapat mengurangi ketegangan atau mengalihkan perhatian klien agar dapat mengurangi rasa nyeri.
c. Penderita sendiri yamg merasakan posisi yang lebih menyenangkan sehingga mengurangi rasa nyeri.
d. Perawatan luka yang teratur dan aseptik dapat menghindari sekecil mungkin invasi kuman pada luka operasi.
e. Analgesik dapat mengurangi rasa nyeri.
2. Potensial terjadi infeksi sehubungan dengan invasi kuman pada luka operasi.
Tujuan :
Infeksi pada luka operasi tidak terjadi.
Kriteria hasil :
Tidak ada tanda – tanda infeksi (rubor, dolor ) luka bersih dan kering.
Rencana tindakan :
a. Beri penjelasan pada klien tentang pentingnya perawatan luka dan tanda - tanda atau gejala infeksi.
b. Rawat luka secara teratur dan aseptik.
c. Jaga luka agar tetap bersih dan kering.
d. Jaga kebersihan klien dan lingkungannya.
e. Observasi tanda – tanda vital.
f. Kolaborasi dengan dokter untuk antibiotik yang sesuai.
Rasional :
a. Penderita akan mengerti pentingnya perawatan luka dan segera melapor bila ada tanda – tanda infeksi.
b. Perawatan luka yang teratur dan aseptik dapat menghindari sekecil mungkin invasi kuman pada luka operasi.
c. Media yang lembab dan basah merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman.
d. Mengetahui sedini mungkin tanda – tanda infeksi pada luka operasi.
e. Mengetahui sedini mungkin tanda – tanda infeksi secepatnya mengatasi .
3. Kecemasan sehubungan dengan kurangnya informasi dari Antibiotik menghambat proses infeksi dalam tubuh.
Tujuan :
Rasa cemas berkurang.
Kriteria hasil :
Klien dapat mengekspresikan kecemasan secara konstruktif, klien dapat tidur dengan tenang dan berkomunikasi dengan teman sekamarnya.
Rencana Tindakan :
a. Jelaskan keadaan proses penyebab dan penyakitnya
b. Jelaskan pengaruh psikologis terhadap fisiknya (Penyembuhan penyakit).
c. Jelaskan tindakan perawatan yang akan diberikan.
Rasional :
a. Dengan penjelasan diharapkan klien dapat mengerti sehingga klien menerima dan beradaptasi dengan baik.
b. Pengertian dan pemahamannya yang benar membantu klien berfikir secara konstruktif.
c. Dengan penjelasan benar akan menambah keyakinan atau kepercayaan diri klien.

Sabtu, 18 April 2009

Trauma Thorax dan Kemajuan Teknologi

Diposting oleh askepkita

Trauma torak semakin meningkat sesuai dengan kemajuan transportasi dan kondisi sosial ekonomi masyarakat.· Di Amerika Serikat didapatkan 180.000 kematian pertahun karena trauma. 25 % diantaranya karena trauma torak langsung, sedangkan 5 % lagi merupakan trauma torak tak langsung atau penyerta.

· Semua alat tubuh yang terletak / melalui rongga torak harus dianggap sebagai organ vital. Cedera torak berlawanan dengan cedera ekstremitas. Ancaman kematian pada cedera torak sangat tinggi.Perbedaan dalam hal penangannan sesegera mungkin dan komplikasi biasanya berat.

· Secara obyektif harus dikenali :
Anatomi torak
Fisiologi dan patofisiologi yang menyertai trauma torak
Jenis trauma torak

Anatomi :

Dinding dada.

Tersusun dari tulang dan jaringan lunak. Tulang yang membentuk dinding dada adalah tulang iga, columna vertebralis torakalis, sternum, tulang clavicula dan scapula. Jarinan lunak yang membentuk dinding dada adalah otot serta pembuluh darah terutama pembuluh darah intrerkostalis dan torakalis interna.

Dasar torak

Dibentuk oleh otot diafragma yang dipersyarafi nervus frenikus. Diafragma mempunyai lubang untuk jalan Aorta, Vana Cava Inferior serta esofagus

Isi rongga torak.

Rongga pleura kiri dan kanan berisi paru-paru. Rongga ini dibatasi oleh pleura visceralis dan parietalis.

Rongga Mediastinum dan isinya terletak di tengah dada. Mediastinum dibagi menjadi bagian anterior, medius, posterior dan superior.

Fisiologi torak :

· Inspirasi : dilakukan secara aktif

· Ekspirasi : dilakukan secara pasif

· Fungsi respirasi :

Ventilasi : memutar udara.

Distribusi : membagikan

Diffusi : menukar CO2 dan O2

Perfusi : darah arteriel dibawah ke jaringan.

Patofisiologi trauma torak.

· Perubahan patofisiologi yang terjadi pada dasarnya adalah akibat dari :

1. Kegagalan ventilasi

2. Kegagalan pertukaran gas pada tingkat alveolar.

3. Kegagalan sirkulasi karena perubahan hemodinamik.

· Ketiga faktor diatas dapat menyebabkan hipoksia. Hipoksia pada tingkat jaringan dapat menyebabkan ransangan terhadap cytokines yang dapat memacu terjadinya adult respiratory distress syndrome ( ARDS), systemic inflamation response syndrome (SIRS).

Klasifikasi trauma

§ Trauma tumpul

§ Trauma tembus : tajam, tembak, tumpul yang menembus.

ANATOMI RONGGA DADA / TORAK

Rongga dada dibagi menjadi 3 rongga utama yaitu ;

1. Rongga dada kanan (cavum pleura kanan )

2. Rongga dada kiri (cavum pleura kiri)

3. Rongga dada tengah (mediastinum).

RONGGA MEDIASTINUM

Rongga ini secara anatomi dibagi menjadi :

1. Mediastinum superior (gbr. 1), batasnya :

Atas : bidang yang dibentuk oleh Vth1, kosta 1 dan jugular notch.

Bawah : Bidang yang dibentuk dari angulus sternal ke Vth4

Lateral : Pleura mediastinalis

Anterior : Manubrium sterni.

Posterior : Corpus Vth1 - 4

2. Mediastinum inferior terdiri dari :

a. Mediastinum anterior (gbr. 2)

b. Mediastinum medius (gbr. 3)

c. Mediastinum Posterior.(gbr. 4 )

a. Mediastinum Anterior batasnya :

· Anterior : Sternum ( tulang dada )

· Posterior : Pericardium ( selaput jantung )

· Lateral : Pleura mediastinalis

· Superior : Plane of sternal angle

· Inferior : Diafragma.

b. Mediastinum Medium batasnya :

· Anterior : Pericardium

· Posterior ; Pericardium

· Lateral : Pleura mediastinalis

· Superior : Plane of sternal angle

· Inferior : Diafragma

c. Mediastinum posterior, batasnya :

• Anterior : Pericardium

• Posterior : Corpus VTh 5 – 12

• Lateral : Pleura mediastinalis

Superior : Plane of sternal angle

• Inferior : Diafragma.

ANATOMI PLEURA

Pleura ( selaput paru ) adalah selaput tipis yang membungkus paru – paru :

Pleura terdiri dari 2 lapis yaitu ;

1. Pleura visceralis, selaput paru yang melekat langsung pada paru –paru.

2. Pleura parietalis, selaput paru yang melekat pada dinding dada.

· Pleura visceralis dan parietalis tersebut kemudian bersatu membentuk kantong tertutup yang disebut rongga pleura (cavum pleura). Di dalam kantong terisi sedikit cairan pleura yang diproduksi oleh selaput tersebut

Gejala Umum trauma torak

· Gejala yang sering dilihat pada trauma torak adalah : nyeri dada dan sesak nafas atau nyeri pada waktu nafas.

· Pasien tampak sakit, sesak atau sianotik dengan tanda trauma torak atau jejas pada dadanya. Lebih dari 90 % trauma toraks tidak memerlukan tindakan pembedahan berupa torakotomi, akan tetapi tindakan penyelamatan dini dan tindakan elementer perlu dilakukan dan diketahui oleh setiap petugas yang menerima atau jaga di unit gawat darurat. Tindakan penyelamatan dini ini sangat penting artinya untuk prognosis pasien dengan trauma toraks.

· Tindakan elementer ini adalah :

1. Membebaskan dan menjamin kelancaran jalan nafas.

2. Memasang infus dan resusitasi cairan.

3. Mengurangi dan menghilangkan nyeri.

4. Memantau keasadaran pasien.

5. Melakukan pembuatan x-ray dada kalau perlu dua arah.

· Trauma torak yang memerlukan tindakan dan atau pembedahan gawat/ segera adalah yang menunjukkan :

1. Obstruksi jalan nafas

2. Hemotorak massif

3. Tamponade pericardium / jantung

4. Tension pneumotorak

5. Flail chest

6. Pneumotorak terbuka

7. Kebocoran bronkus dan trakeobronkial.

DIAGNOSIS BERBAGAI MACAM TRAUMA TORAK.

DINDING DADA :

1. Patah tulang rusuk, tunggal dan jamak :

· Merupakan jenis yang paling sering.

· Tanda utama adalah tertinggalnya gerakan nafas pada daerah yang patah, disertai nyeri waktu nafas dan atau sesak.

2. Flailchest :

· Akibat adanya patah tulang rusuk jamak yang segmental pada satu dinding dada.

· Ditandai dengan gerakan nafas yang paradoksal. Waktu inspirasi nampak bagian tersebut masuk ke dalam dan akan keluar waktu ekspirasi. Hal ini menyebabkan rongga mediastinum goncangan gerak ( flailing ) yang dapat menyebabkan insertion vena cava inferior terdesak dan terjepit.

· Gejala klinis yang nampak adalah keadaan sesak yang progressif dengan timbulnya tanda-tanda syok.

RONGGA PLEURA :

1. Pneumotorak :

· Disebabkan oleh robekan pleura dan atau terbukanya dinding dada. Dapat berupa pneumotorak yang tertutup dan terbuka atau menegang (“tension pneumotorak”). Kurang lebih 75 % trauma tusuk pneumotorak disertai hemotorak.

· Pneumotorak menyebabkan paru kollaps, baik sebagian maupun keseluruhan yang menyebabkan tergesernya isi rongga dada ke sisi lain. Gejalanya sesak nafas progressif sampai sianosis dengan gejala syok.

2. Hemotoraks :

· Adanya darah dalam rongga pleura. Dibagi menjadi hemotorak ringan bila jumlah darah sampai 300 ml saja. Hemotorak sedang bila jumlah darah sampai 800 ml dan hemotorak berat bila jumlah darah melebihi 800 ml.

· Gejal utamanya adalah syok hipovolemik .

3. Kerusakan paru:

· 75 % disebabkan oleh trauma torak ledakan. (“blast injury”) . Perdarahan yang terjadi umumnya terperangkap dalam parenkim paru

· Gejala klinis mengarah ke timbulnya distress nafas karena kekurangan kemampuan ventilasi. Perdarahan yang timbul akan membawa akibat terjadinya hipotensi dan gejala syok.

4. Kerusakan trakea, bronkus dan sistem trakeobronkoalveolar.

· Terjadi kebocoran jalan nafas yang umumnya melalui pleura atau bawah kulit bawah dada sehingga menimbulkan emfisema subkutis.

· Disebabkan oleh sebagian besar akibat trauma torak tumpul di daerah sternum

· Secara klinis leher membesar emfisematous dengan adanya krepitasi pada dinding dada. Sesak nafas sering menyertai dan dapat timbul tension pneumotorak.

5. Kerusakan jaringan jantung dan perikardium.

· Gejala klinis akan cepat menunjukkan gejala syok hipovolemik primer dan syok obstruktif primer. Bendungan vena di daerah leher merupakan tanda penyokong adanya tamponade ini. Juga akan nampak nadi paradoksal yaitu adanya penurunan nadi pada waktu inspirasi, yang menunjukkan adanya massa (cair) pada rongga pericardium yang tertutup.

· Penyebab tersering adalah trauma torak tajam di daerah parasternal II – V yang menyebabkan penetrasi ke jantung. Penyebab lain adalah terjepitnya jantung oleh himpitan sternum pada trauma tumpul torak.

· Melakukan fungsi perikardium yang mengalami tamponade dapat bertujuan diagnostik sekaligus langkah pengobatan dengan membuat dekompressi terhadap tamponadenya.

6. Kerusakan pada esofagus.

· Relatif jarang terjadi, menimbulkan nyeri terutama waktu menelan dan dalam beberapa jam timbul febris. Muntah darah / hematemesis, suara serak, disfagia atau distress nafas.

· Tanda klinis yang nampak umumnya berupa empisema sub kutis, syok dan keadaan umum pasien yang tidak nampak sehat. Sering dijumpai tanda “Hamman” yang berupa suara seperti mengunyah di daerah mediastinum atau jantung bila dilakukan auskultasi. Diagnosis dapat dibantu dengan melakukan esofagoram dengan menelan kontras.

7. Kerusakan Ductus torasikus:

· Menimbulkan gejala chylotoraks. Gejala klinis ditimbulkan oleh akumulasi chyle dalam rongga dada yang menimbulkan sesak nafas karena kollaps paru. Kejadian ini relatif jarang dan memerlukan pengelolaan yang lama dan cermat.

8. Kerusakan pada Diafragma :

· Disebabkan umumnya oleh trauma pada daerah abdomen, atau luka tembus tajam kearah torakoabdominal.

· Akan menimbulkan herniasi organ perut. Kanan lebih jarang dibandingkan kiri.

· Gejala klinis sering terlewatkan karena 30 % tidak memberikan tanda yang khas. Sesak nafas sering nampak dan disertai tanda-tanda pneumotoraks atau gejala hemotoraks.

LANGKAH DIAGNOSTIK

· Secara umum diagnosis secara klinis ditegakkan dari jenis kerusakan yang terjadi dan pembuatan x – ray foto dada. Bila memungkinkan maka x-ray foto sebaiknya dibuat dalam dua arah ( PA dan Lateral).

· Jejas pada daerah dada akan membantu adanya kemungkinan trauma torak. Bila ada trauma multiple maka dianjurkan untuk selalu dibuat foto x- ray dada.

· Tanda dan gejala penyerta seperti adanya syok (hipotensi, nadi cepat dan keringat dingin) dan adanya trauma lain organ dada merupakan butir diagnostik yang penting. Pemasangan NGT sebagai persiapan untuk pengosongan lambung untuk mencegah aspirasi isi labung ke paru, dapat dipakai sebagai langkah diagnostik pada kerusakan esofagus dan dan diafragma.

· Pada dasarnya diagnostik trauma torak harus ditegakkan secepat mungkin, tanpa memakai cara diagnostik yang lama ( Ct-scan, angiografi).

· Pemeriksaan gas darah dapat membantu diagnostik bila fasilitasnya ada.

INDIKASI TORAKOTOMI :

· Hemotoraks yang berat ( > 800 cc)

· Laserasi paru yang gagal dengan tindakan bedah konservatif.

· Tamponade perikardium

· Kebocoran trakeo-bronkial yang gagal dengan tindakan konservatif (drainase).

KOMPLIKASI TRAUMA TORAK:

1. Yang terkait dengan tidak stabilnya dinding dada :

· Nyeri berkepanjangan, meskipun luka sudah sembuh. Mungkin karena callus atau jaringan parut yang menekan saraf interkostal. Terapi konservatif dengan anlgesik atau pelunak jaringan parut.

· Osteomylitis, dilakukan squesterisasi dan fiksasi.

· Retensi sputum, karena batuk tidak adequat dan dapat menimbulkan pneumoni. Diperlukan pemberian mukolitik.

2. Yang terkait dengan perlukaan dan memar paru:

· Infiltrat paru dan efusi pleura, yang memerlukan pemasangan WSD untuk waktu yang lama.

· Empiema, yang terjadi lambat dan memerlukan WSD dan antibiotik.

· Pneumoni, merupakan komplikasi yang berbahaya dan perlu diberi pengobatan yang optimal. Bila distress pernafassan berkelanjutan maka diperlukan pemasangan respirator.

· Fistel bronkopleural, ditandai dengan gejala kolaps paru yang tidak membaik. Memerlukan tindak bedah lanjut berupa torakotomi eksploratif dan penutupan fistelnya.

· Chylotoraks lambat.

3. Komplikasi lain di luar paru dan pleura :

· Mediastinitis, merupakan komplikasi yang sering fatal. Bila terjadi pernanahan maka harus dilakukan drainase mediastinum.

· Fistel esofagus, dapat ke mediastinum dan menyebabkan mediastinitis atau ke pleura dan menimbulkana empiema atau efusi pleua. Diperlukan tindakan bedah untuk menutup fistel.

· Hernia diafragmatika lambat, memerlukan koreksi bedah.

· Kalainan jantung, terutama pada luka tembus dan trauma tajam pada jantung. Memerlukan tindakan bedah dan pembedahan jantung terbuka.

Oleh: Dr. Syamsu Alam, Sp.B. Rumah Sakit Pertamina Cilacap